lgo99play

2024-10-08 00:01:44  Source:lgo99play   

lgo99play,grafik keluaran hongkong,lgo99playJakarta, CNN Indonesia--

Sejumlah warga Korea Selatan baru-baru ini menjadi sorotan di media sosial karena dituduh rasis terhadap warga negara asing.

Situs forum diaspora Korsel di Indonesia bernama Indosarang menjadi perbincangan warganet.

Sebab, unggahan tersebut memuat berbagai hal yang menyampaikan tindakan rasisme terkait orang Indonesia dan Islam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggapan soal rasisme Korsel terhadap warga negara asing ternyata sudah ada sejak lama.

Studi yang dilakukan Claremont College, anggapan itu muncul bersamaan dengan sifat individualis warga Korea Selatan ketika rasa kolektivisme atau kebersamaan mulai luntur.

Sebab, kepentingan kolektif dari zaman penjajahan bangsa Mongolia hingga Jepang membuat warga setempat merasa ingin meraih tujuan bersama demi lepas dari belenggu penjajahan.

Namun hal itu disebut mulai tergerus hingga memasuki generasi yang lebih muda. Fenomena perantauan warga Korsel ke berbagai negara maju seperti Amerika Serikat membuat hal tersebut semakin menguat.

"Dalam hal ini, orang Korea Amerika memiliki nilai tertinggi dalam hal individualisme secara horizontal, bukan individualisme vertikal," demikian tertulis dalam artikel jurnal tersebut.

Individualisme horizontal bermakna sebagai penilaian individu terhadap perbedaan status dengan warga asing.

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa imigran yang berasal dari Korsel cenderung memiliki sifat individualis terhadap warga yang telah bermukim di sekitarnya. Hal itu pun terbawa oleh imigran yang kembali lagi ke tanah airnya.

Pada sisi lain, pengamat studi Asia Timur dari Universitas Diponegoro, Yuwanto, menyebut kultur Korsel mempunyai pengaruh besar dari China sebagai satu rumpun kawasan Asia Timur.

Lihat Juga :
Makin Panas, Hizbullah Bombardir Israel Lagi dengan Roket-Drone

Karena kesamaan budaya itu, sifat individualisme cenderung tidak bisa dibuktikan.

"Tidak ada satu bukti bahwa orang Korea Selatan itu lebih individualis atau kurang individualis dibandingkan dengan negara-negara di Asia Timur," ungkap Yuwanto kepada CNNIndonesia.com.

"Jangan lupa, kultur Konfusianisme masyarakat Asia Timur juga membuat mereka 'less-individualistic' dibandingkan masyarakat yg liberalistik," tambahnya.

Perilaku yang dilakukan sejumlah warganet Korsel baru-baru ini memang menuai kontroversi dan amarah netizen Indonesia.

Kegaduhan di medsos mencuat saat forum diaspora Korea Selatan di Indonesia Indosarang menjadi perbincangan usai memuat unggahan yang diduga rasis terkait orang Indonesia dan Islam.

Lihat Juga :
Ditekan PBB, Iran Genjot Pengayaan Uranium di 2 Lokasi Bawah Tanah

Sejumlah warganet RI menyampaikan kekesalan mereka di media sosial terkait situs ini, beberapa meminta orang-orang Korsel yang diduga rasis tersebut kembali ke negaranya.

Berdasarkan penelurusan CNNIndonesia,com, komentar rasis yang diduga dimuat di Indosarang tampaknya sudah dihapus oleh manager atau pemilik situs tersebut yang masih anonim.

Namun, memang terlihat ada beberapa unggahan terbaru yang merujuk pada permintaan maaf atas kegaduhan yang terjadi imbas postingan rasisme tersebut.

Yuwanto kemudian berpendapat, fenomena rasialisme memang suatu kasus yang bersifat umum. Namun ia percaya tindakan rasisme akan muncul jika ada suatu kasus khusus yang mendasari perilaku seseorang.

Lihat Juga :
Argentina Krisis Parah, Demo Tolak Reformasi Anggaran Berakhir Rusuh

"Jadi Korea Selatan sesungguhnya mungkin kalau ada rasisme sepanjang yang saya amati itu bukan satu tren atau satu gejala yang bersifat umum. Tapi mungkin hanya karena kasus-kasus tertentu," ucap Yuwanto.

"Tapi dalam konteks ini, kecenderungan rasisme yang mungkin tadi ditemukan dalam kasus perlakuan rasis itu hanya (dilihat dari jenis) kasusnya," tambahnya.

Dengan demikian, kasus rasis sejumlah warga Korea pun menurut Yuwanto tidak bisa disimpulkan bahwa tindakan itu merupakan bagian dari nilai-nilai umum orang Korea. 

Bersambung ke halaman berikutnya...

Polemik anggapan rasialisma yang disebut dilakukan warga Korsel menuai kontroversi. Tak sedikit warganet yang beranggapan aksi rasisme tersebut berujung pada fenomena xenophobia.

Xenophobia merupakan bentuk ketakutan dan kebencian terhadap seseorang yang bukan berasal dari tanah airnya atau warga negara asing.

Menurut studi yang dilakukan Sojin Yu dari Universitas Sheffield, ia menemukan fenomena xenophobia yang terjadi terhadap warga non-Korsel saat mereka hidup bertetangga.

Dalam artikel jurnal bertajuk "Migrant racialization in South Korea: class and nationality as the central narrative", ia menemukan beberapa orang yang menjadi sampel penelitiannya kerap mengalami rasialisme dari warga lokal.

Bahkan, mereka yang memiliki warna kulit serupa kerap mendapatkan perilaku rasisme yang terjadi secara tiba-tiba.

Lihat Juga :
Ditekan PBB, Iran Genjot Pengayaan Uranium di 2 Lokasi Bawah Tanah

"Dalam perjalanan pulang dari berbelanja, beberapa pria (Korea) yang mengobrol di depan toko serba ada menanyakan asal saya. Saya bilang Uzbekistan. Dan mereka berkata, 'oh, saya tahu ada banyak wanita cantik Rusia dan Uzbekistan di klub malam terdekat,'" demikian ungkapan dari salah satu informan penelitian bernama Daria dalam artikel jurnal tersebut yang merupakan warga asing di Korsel.

"Pada dasarnya, mereka menganggap saya sebagai pelacur begitu mereka menyadari bahwa saya bukan berasal dari negara di Eropa atau Amerika," ia menambahkan.

Warga Asing Dinilai Berdasarkan Status Ekonomi Negara

Dalam jurnal itu juga menyebut bagaimana orang Korsel melihat perbedaan warga asing berdasarkan status ekonomi negara asalnya.

"Saya mendapat diskriminasi sepanjang waktu hanya karena saya berasal dari Vietnam. Di jalan, di pasar, di tempat kerja. Ketika saya bilang saya berasal dari Vietnam, orang-orang Korea langsung memandang saya sebagai orang yang miskin dan putus asa, menikah dengan pria Korea tua yang tidak punya uang," tulis Yan yang menjadi salah satu narasumber artikel tersebut.

Lihat Juga :
Apa Itu Forum Warga Korsel Indosarang yang Ramai Dikritik Netizen RI?

Gegar budaya atas perbedaan ras

Pada perspektif lain, menurut artikel jurnal yang dibuat In-Jin Yoon bertajuk "Who is My Neighbor?: Koreans' Perception of
Blacks and Latinos as Employees, Customers, and Neighbors", pengaruh rasialisme orang Korsel didapatkan ketika berhadapan dengan lingkungan yang dihuni oleh masyarakat ras berbeda.

Artikel jurnal itu menyimpulkan warga Korsel mengalami gegar budaya usai melihat berbagai perilaku dari warga kulit hitam AS yang menjadi pegawai ataupun pelanggan di toko mereka.

Alhasil, studi tersebut menyatakan sikap rasialisme muncul ketika imigran Korsel melihat warga kulit hitam sebagian besar tidak sesuai dengan prinsip hidup yang mereka percayai.

"Orang Korea tidak mengidentifikasi diri mereka dengan orang kulit hitam, melainkan berusaha menjauhkan diri dari mereka. Mereka melakukan diskriminasi terhadap orang kulit hitam, dalam praktik perekrutan, sering mengalami bentrokan dengan mereka sebagai pelanggan, dan menunjukkan stereotipe tentang mereka sebagai tetangga," demikian tertulis dalam jurnal tersebut.

Read more