merdekawin 777

2024-10-08 00:25:55  Source:merdekawin 777   

merdekawin 777,keris4d login,merdekawin 777

Jakarta, CNBC Indonesia -Peraih Nobel di Bidang Ekonomi, yang juga merupakan Ekonom senior di Amerika Serikat, Paul Romer, menyarankan kepada bank sentral negara-negara seperti Bank Indonesia (BI) untuk mulai mandiri dalam menentukan suku bunga kebijakannya.

Ia berpendapat, Bank Indonesia tidak bisa terus menerus menggantungkan kebijakan suku bunga acuannya terhadap kebijakan moneter bank sentral AS, seperti The Federal Reserve atau The Fed. Sebab, acuan utama dalam kebijakan moneter menurutnya adalah inflasi.

"Keputusan kebijakan moneter seharusnya paling tidak mengacu pada salah satu indikator terpenting, yakni pola harga di negara tersebut," kata Paul dalam program Power Lunch CNBC Indonesia dikutip Kamis (12/9/2024).

Baca:
Peraih Nobel Sebut The Fed Salah Baca Data, Telat Pangkas Suku Bunga

Paul menekankan, dewan gubernur The Fed sendiri sebetulnya salah dalam membaca data perekonomian AS, karena terlambat menurunkan suku bunga acuannya, ketika tekanan inflasi di negara itu sudah terus menerus mereda, menandakan ekonominya tengah berjalan lambat.

Sebagaimana diketahui berdasarkan catatan Departemen Tenaga Kerja AS, Indeks harga konsumen melambat menjadi 2,5% pada Agustus dibandingkan angka setahun silam, turun dari 2,9% pada Juli dan merupakan angka tahunan terendah sejak Februari 2021.

Namun, dengan data itu, pejabat The Fed ia katakan malah mempertahankan suku bunga acuannya saat ini, sehingga terlambat dalam mengambil kebijakan moneter. Maka, ia mengatakan, mau tak mau The Fed harus menurunkan suku bunganya pada September ini.

Baca:
Inflasi AS Bikin Rupiah Senyum, Dolar Turun ke Rp15.390

"Saya pikir mereka salah membaca pola musiman dan tidak melihat tanda-tanda yang menurut saya seharusnya mereka lihat bahwa inflasi akan turun. Namun seperti yang kita katakan, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali." ujar Paul.

Oleh sebab itu, Paul mengatakan, sebetulnya untuk negara seperti Indonesia yang tengah mengalami inflasi rendah, bahkan terjadi deflasi dalam empat bulan beruntun, ruang untuk pemangkasan suku bunga acuan sudah lama terbuka.

"Tetapi beberapa negara yang inflasinya sudah turun ragu-ragu untuk memangkas suku bunga karena mereka khawatir tentang arus modal jika tidak sesuai dengan suku bunga di Washington," kata Paul.

Baca:
Daya Beli Lemah Benar Nyata! Warga RI Mulai Tahan Pinjol Untuk Belanja

Inflasi di Indonesia sebetulnya sudah meninggalkan level 3% sejak Mei 2024, berdasarkan data inflasi di Bank Indonesia. Pada Mei 2024 inflasi sudah bergerak ke leve 2,84%, dan terus konsisten turun hingga Agustus 2024 bertengger di level 2,12%.

Level inflasi Indonesia itu pun sudah jauh di bawah target inflasi yang dicanangkan Bank Indonesia untuk tahun ini di kisaran 2,5% plus minus 1%.

"Jadi, saya pikir beberapa negara akhirnya akan merasa memiliki kebebasan untuk mengambil tindakan yang seharusnya sudah mereka ambil sejak lama karena inflasi telah turun," ucap Paul.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengakui, sebetulnya suku bunga acuan BI Rate sudah bisa turun sejak April lalu. Namun, ia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 6,25% karena mempertimbangkan faktor risiko seperti Amerika Serikat (AS) dalam menentukan kebijakan suku bunga acuan atau Fed fund rate (FFR).

"Mestinya BI rate itu turun," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo.


(arj/haa) Saksikan video di bawah ini:

Video: BI Yakin The Fed Bakal Semakin Agresif Pangkas Bunga

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article The Fed Diproyeksi Pangkas Suku Bunga September, BI Kapan?

Read more