indofoll.com

2024-10-08 04:25:15  Source:indofoll.com   

indofoll.com,mediaslot88 login,indofoll.com

Jakarta, CNBC Indonesia- Tidak banyak yang tahu nama David Swensen, investor perintis yang mengelola dana abadi Universitas Yale. Ia merevolusi cara perguruan tinggi berinvestasi, dengan menyalurkan lebih banyak sumber daya bagi beberapa sekolah dan lembaga nirlaba untuk membiayai berbagai hal seperti bantuan keuangan bagi mahasiswa dan penelitian.

Swensen secara luas dianggap oleh investor lain sebagai salah satu yang terhebat di dunia. Contoh kasusnya, dia mengembangkan dana abadi Yale dari US$1 miliar pada tahun 1985 menjadi US$31 miliar.

Mungkin namanya tidak terlalu terkenal, karena ia tidak menghasilkan miliaran dolar itu sendiri. Meskipun, dengan rekam jejaknya, ia hampir pasti bisa melakukannya sendiri jika ia memulai dana lindung nilai miliknya sendiri.

Sebaliknya, setelah berkarir di Wall Street, Swensen kembali ke Yale, tempat ia memperoleh gelar doktor di bidang ekonomi. Ia mengambil alih investasi universitas dan bekerja di sana selama sisa hidupnya.

"Lihat, saya bersenang-senang di Wall Street. Namun, itu tidak memuaskan jiwa saya," kata Swensen kepada NPR pada tahun 2006, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (12/9/2024).

Swensen justru ingin menghasilkan uang dengan rasa seperti menjalankan misi. "Saya selalu menyukai lembaga pendidikan. Ayah saya adalah seorang profesor universitas. Kakek saya adalah seorang profesor universitas."

Baca:
Hedge Fund Pemilik Chelsea Tinjau Ulang Investasinya, Gagal Cuan?

Di samping itu, Swensen mengajar kelas populer tentang investasi di Yale selama beberapa dekade. Dia mengajar hanya dua hari sebelum meninggal. Bagi orang-orang, ia tidak tampak seperti seorang raksasa investasi, tetapi lebih seperti guru matematika sekolah menengah atau perguruan tinggi yang sangat disenangi.

Namun, tak lama kemudian, pria yang sederhana ini merevolusi cara universitas menginvestasikan uang mereka.

Ketimbang hanya membeli campuran saham dan obligasi, Swensen mencari perusahaan investasi butik terbaik, dan melalui mereka, berinvestasi dalam berbagai sektor, yakni perusahaan real estate, kayu, sampo, dan sabun di Asia. Ia menanamkan modal awal ke perusahaan rintisan teknologi.

Ia memiliki pemahaman, bahwa jika dilakukan dengan benar, dana abadi menghasilkan lebih banyak uang dengan risiko lebih rendah. Hal itu dilakukan dengan mempekerjakan manajer keuangan yang sangat berbakat untuk berinvestasi dalam berbagai jenis aset.

Pada dasarnya, dia seperti membangun meja dengan 10 kaki, sangat stabil bahkan jika beberapa kaki goyang atau jatuh.

Swensen juga menulis buku, Unconventional Success, yang memberi tahu orang-orang awam cara berinvestasi dan menghindari jebakan seperti biaya berlebihan yang dibebankan oleh reksa dana.

Dalam buku tersebut, Swensen berbicara tentang bagaimana orang-orang awam sering kali tidak dapat masuk ke jenis investasi yang ia lakukan dengan dana abadi Yale. Struktur biaya yang ditawarkan kepada mereka terlalu tinggi dan tidak sejalan dengan minat investor.

"Ia akan menjadi orang pertama yang mengatakan bahwa model investasi Yale yang ia mulai tidak cocok untuk semua orang," kata Paula Volent, anak didik Swensen yang kini merupakan chief investment officer di Bowdoin College.

"Ia adalah pelopor dalam memasukkan investasi alternatif, modal ventura, dana lindung nilai, hal-hal seperti itu, ke dalam portofolio institusional."

Namun, Volent mengatakan, metode Swensen semacam "jangan lakukan ini di rumah." Ia mengatakan bahwa investor individu tidak dapat berinvestasi dengan cara ini. Dan bahkan perguruan tinggi, dana pensiun, dan lembaga nirlaba perlu memiliki staf dan keahlian yang cakap agar dapat melakukannya dengan sukses.

Pada 8 Mei 2021, David Swensen, meninggal usia 67 tahun setelah berjuang melawan kanker selama bertahun-tahun.


(mkh/mkh) Saksikan video di bawah ini:

Video: Pacu Tren Investasi, STAR AM Percepat Digitalisasi

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article InvestasiKu Gelar Seminar Investment is Easy di GPIB Paulus Jakarta

Read more