siren bola

2024-10-08 01:26:52  Source:siren bola   

siren bola,erek erek jerapa,siren bola

Jakarta, CNBC Indonesia -Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) mengakhiri ea suku bunga tinggi dengan memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) pada Kamis (19/9/2024). Keputusan The Fed diperkirakan akan mendongkrak ekonomi global, termasuk Indonesia. Keputusan ini menjadi "kado" dini bagi Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan memimpin Indonesia mulai 20 Oktober mendatang.

Pemangkasan suku bunga tersebut adalah yang pertama sejak Maret 2020 atau empat tahun terakhir. Suku bunga The Fed kini di level 4,75-5,00%. Suku bunga diperkirakan akan kembali dipangkas hingga 50 bps lagi menjadi 4,25-4,50% di akhir tahun. Sebelum The Fed, Bank Indonesia sudah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6,00%. Pemangkasan suku bunga ini adalah yang pertama sejak Februari 2021. BI mengerek suku bunga sebesar 275 bps sejak Agustus 2022.

BI masih membuka ruang pemangkasan suku bunga ke depan.

Suku bunga yang lebih rendah akan memberi multiplier effects yang positif, mulai dari kenaikan permintaan konsumsi, meningkatnya perdagangan dan ekonomi global, hingga mendongkrak harga komoditas. Suku bunga rendah di AS juga akan berdampak positif ke pasar keuangan dalam bentuk aliran modal asing. Rupiah kemudian akan diuntungkan..

Baca:
Breaking! Rupiah Strong, Dolar Terkapar ke Rp15.075

Pemangkasan suku bunga ini hanya kurang dari sebulan dari pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober 2024. Artinya, pemerintahan baru langsung dilengkapi "senjata" untuk mendongkrak ekonomi.

Kondisi yang dihadapi Prabowo jelas sebuah berkah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) di awal pemerintahannya pada Oktober 2014 justru langsung dihadapkan pada suku bunga tinggi. BI mengerek suku bunga sebesar 25 bps menjadi  7,75% pada 18 November 2014 atau beberapa hari setelah Jokowi dilantik. 
Suku bunga dikerek karena ada penyesuaian harga BBM subsidi.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan lima alasan pemangkasan suku bunga Rabu (18/9/2024).

Pertama adalah situasi global khususnya dari sisi bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang menurut bacaan BI, Fed Fund Rate (FFR) akan turun sebanyak tiga kali tahun ini dan 2025 sebanyak 4 kali. Hal ini telah terbukti bahwa The Fed telah memangkas suku bunganya pada bulan ini.

Kedua, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus mengalami penguatan.

Pertimbangan ketiga adalah inflasi. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat rendah di seluruh komponen sehingga mencapai 2,12% (year on year/yoy) pada Agustus 2024. Inflasi inti tercatat sebesar 2,02% (yoy), sementara inflasi volatile food (VF) terus menurun menjadi 3,04% (yoy), dari level bulan sebelumnya 3,63% (yoy).

Keempat, Perry menuturkan adalah dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui instrumen moneter. Selama ini, BI sudah mendorong melalui makroprudential dan sistem pembayaran.

Kelima, berkaitan dengan pembiayaan perbankan dan pembiayaan fiskal. "Dengan penurunan suku bunga yield Surat Berharga Negara (SBN) akan turun sehingga pembiayaan akan mendukung," pungkasnya.

BI Rate Selalu Turun Jelang Pelantikan Presiden?

Kendati suku bunga naik setelah Jokowi memimpin Indonesia pada 2014, BI rate ataupun suku bunga global The Fed pada periode sebelum pelantikan presiden periode 2009 dan 2019. Suku bunga turun pada periode tersebut karena ada Krisis Subprime Mortgage pada 2007-2009 dan Perang Dagang AS-China pada akhir 2018.

Pemangkasan suku bunga The Fed juga diikuti oleh penurunan BI rate.

Sebagai contoh menjelang pelantikan presiden Oktober 2009, suku bunga BI secara konsisten diturunkan sejak Desember 2008 dari titik tertingginya di level 9,5% menjadi 6,5% pada Agustus 2009.

Pada saat itu, BI memangkas suku bunganya selama sembilan bulan beruntun dengan mempertimbangkan bahwa tren penurunan inflasi masih berlanjut seiring dengan masih terbatasnya permintaan domestik dan terus menurunnya ekspektasi inflasi. Bank Indonesia juga berpandangan bahwa penurunan BI rate ini masih konsisten dengan sasaran inflasi Bank Indonesia ke depan.

Penurunan BI rate pada saat itu diharapkan dapat menjaga gairah perekonomian domestik di tengah melesunya perekonomian global. Di sektor riil, penurunan suku bunga juga diperlukan untuk mendorong kepercayaan dunia usaha terhadap perekonomian Indonesia yang sangat dibutuhkan untuk mengurangi tingkat pengangguran.Di sektor keuangan, penurunan BI rate ini juga akan mengurangi kerentanan yang ada sehingga mengurangi risiko di sektor ini.

Begitu pula pada kisaran Oktober 2019, BI rate mengalami penurunan dari titik tertingginya pada Juni 2019 yakni di level 6% dan menurunkan suku bunga sebesar 25 bps selama empat bulan beruntun (Juli, Agustus, September, dan Oktober) hingga ke level 5%.

Pada saat itu, BI perlu mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ketidakpastian pasar keuangan global yang menurun.

Pertumbuhan ekonomi global yang semakin melambat dipengaruhi oleh berlanjutnya penurunan volume perdagangan akibat ketegangan hubungan dagang AS-China serta berkurangnya kegiatan produksi di banyak negara.

Perekonomian AS tumbuh melambat akibat menurunnya keyakinan pelaku ekonomi dipicu melambatnya ekspor, yang kemudian berkontribusi pada berkurangnya investasi non-residensial dan konsumsi rumah tangga.

Di tengah lemahnya ekonomi global, namun pada kuartal III dan IV-2019, Indonesia tetap dapat tumbuh cukup baik yakni masing-masing sebesar 5,01% yoy dan 4,96% yoy.

Pemangkasan BI Rate Bakal Jadi Booster Ekonomi Prabowo?

Dengan penurunan suku bunga ini, diharapkan ekonomi dapat tumbuh lebih baik di tengah perekonomian global yang masih lambat dan ekonomi domestik yang melandai.

Sebagai gambaran, pada Kamis (19/9/2024) baru saja Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 menjadi Undang-undang (UU).

Pada kesepakatan tersebut ditunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 diasumsikan di angka 5,2%.

Angka ini memang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan optimisme Prabowo yang dengan percaya dirinya mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8% di masa kepemimpinannya.

Baca:
Dipimpin RI, Asia Ramai-Ramai Hajar Dolar AS

Kendati cukup sulit mencapai target 8%, namun dengan rendahnya suku bunga, maka roda perekonomian dapat berkembang dengan baik. Suku bunga rendah diharapkan bisa meningkatkan kredit di banyak sektor mulai dari properti hingga kepemilikan rumah dan motor. Investasi yang berhubungan dengan sektor tersebut pun akan meningkat dan mendorong sektor lainnya seperti industri semen hingga otomotif.

Suku bunga yang rendah juga diharapkan mendorong kredit konsumsi sehingga pada akhirnya perusahaan lebih berani untuk ekspansi. Perputaran uang akan semakin cepat dan pertumbuhan akan semakin melesat.

Ketika perusahaan di berbagai industri terus mengembangkan bisnisnya, maka masyarakat akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan memperoleh penghasilan. Alhasil, konsumsi masyarakat pun dapat bertambah dan mendorong perekonomian domestik.

Sebagai informasi, kredit korporasi cenderung akan mengalami penurunan sekitar tiga bulan setelah BI rate mengalami penurunan. Contohnya yakni pada saat BI memangkas suku bunganya pada Juli 2019 sebesar 25 bps dari 6% ke 5,75%, tiga bulan setelahnya atau tepatnya pada Oktober 2019, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) korporasi mengalami penurunan menjadi 9,95% dari sebelumnya 10,13%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read more